Midwifery worLd "mind and soul"

. . . WeLcoMe to MidwiFeRy worLd . . .

Senin, 19 Desember 2011

Hand Out Patologi

Mata kuliah                  :  Asuhan Kebidanan IV ( Patologi)
Topik                           :  Kehamilan dengan Infeksi
Sub Topik                    :  
1.       Rubella
2.       Hepatitis

Waktu                           : 
Dosen                          : 

 
Objektif Perilaku Siswa
Setelah membaca hand out, mahasiswa mampu menjelaskan tentang kehamilan dengan infeksi rubella dan hepatitis sesuai dengan penjelasan yang diberikan.


Referensi 


  1. Varney, Helen. Asuhan Kebidanan Edisi IV Volume 1. Jakarta: EGC. 2007. Hal. 617-618, 621-623, 163-168, 151-156.
  2. Cunningham, F. Gary. Obstetri William Edisi 21. Jakarta: EGC: 2005. Hal. 1440-1445, 1652-1653, 1677-1684.
  3. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005. Hal. 562, 572-574.
  4. Price, Sylvia A. Patofisiologi Edisi VI Volume 1. Jakarta: EGC. 2005. Hal. 151-158, 617-618, 621-623.
  5. Price, Sylvia A. Patofisiologi Edisi VI Volume 2. Jakarta: EGC. 2005. Hal. 918-925.


Pendahuluan 

Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang termasuk dalam kategori berikut: virus, bakteri, jamur, protozoa dan hewan parasit.  Mikroorganisme ini akan lebih berbahaya apabila menyerang ibu hamil.
Kehamilan sering terjadi bersamaan dengan infeksi yang dapat mempengaruhi kehamilan atau sebaliknya memperberat infeksi. Di samping itu terdapat beberapa infeksi yang dapat terjadi dalam kehamilan diantaranya Toksoplasmosis, Infeksi Traktus Urinarius, Hepatitis, HIV/AIDS dan Typus Abdominalis. Sebagian besar infeksi tersebut dapat menimbulkan kelainan konginetal pada bayi, sehingga infeksi tersebut memerlukan pengobatan yang intensif.

Uraian Materi
 
A.     Rubella (German measles)
  1. Definisi                                                                                                                                   
Virus rubella atau juga disebut juga dengan “Campak Jerman” merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan menyerang siapa saja. Virus rubella ditemukan oleh Norman Greg dari Eropa tahun 1941 dan baru dapat disosialisasikan pada tahun 1962. Virus ini sebetulnya telah berada dibeberapa tempat misalnya bulu tenggorokan hidung, air seni, dan kotoran manusia.        
Penyakit ini biasanya menyerang pada bagian saluran pernafasan atau di dalam tenggorokan. Cara penularannya bisa lewat udara, ludah, kontak kulit, dan dapat juga lewat kotoran manusia.4)
Serangan rubella pada anak-anak biasanya menyebabkan panas badan dan sakit dipersendian tubuh. Kemudian tampak bercak-bercak merah yang berdiameter sekitar 2-3 mm. juga terjadi pembengkakan pada kelenjar getah bening dibelakang telinga, atau dibawah leher. Mula-mula bercak-bercak merah menyerang wajah, kemudian menjalar keseluruh tubuh serta merata. Gejala pada ibu sama dengan gejala yang ada pada anak. Bercak-bercak ini seperti campak, makanya di Jerman Rubella sering disebut “German Measless” (Campak Jerman).                                         
Pengaruhnya secara langsung kepada janin adalah keguguran spontan yang bisa mencapai 50%. Sel yang belum matang lebih mudah terinfeksi virus rubella. Hal ini disebabkan antigen yang dibuat janin  baru berfungsi setelah kelahirannya. Ini berarti antigen harus menunggu sampai jangka waktu tertentu. Karena itu, virus mudah terinfeksi pada kehamilan 3 bulan pertama. Akibatnya yang nampak, kecenderungan resiko pada bayi keguguran mencapai angka 50%. Biasanya selain menyebabkan abortus spontan, juga menyebabkan pertumbuhan tengkorak kecil dan penyakit lainnya. Makin tua kehamilan  (terutama setelah 20 minggu) kelainan pada bayinya lebih sedikit. Jika terjadi pada wanita yang sedang mengandung, virus ini menembus dinding plasenta dan langsung menyerang janin. Gejala klinis yang biasa timbul setelah bayi terinfeksi adalah katarak , kelainan jantung, tuli. Gejala  lain yang biasanya menyertai adalah berat badan rendah, trombositopeni, kelainan tulang, kelainan kelenjar endokrin, kekurangan hormon pertumbuhan, diabetes atau radang paru-paru.3)                  
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak dengan sekret orang yang terinfeksi, pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa inkubasinya rata-rata 16-18 hari. Periode prodromal dapat tanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah, demam ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva.3)                  
Rubella adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus (rubella),
dikenal juga dengan nama German measles atau campak Jerman atau campak tiga hari. Rubella adalah penyakit demam akut yang ditandai dengan ruam dan limfadenopati suboksipital dan aurikuler posterior yang mengenai anak-anak dan dewasa muda.
Penyakit ini merupakan yang paling ringan diantara eksantema virus yang lazim. Namun, infeksi selama kehamilan dini dapat menimbulkan kelainan janin yang serius.4)          
Penyakit Rubela, juga dikenali sebagai German measles(Campak Jerman) atau 3-day measles(campak tiga hari), merupakan sejenis penyakit berjangkit yang terutamanya menjangkiti kulit dan kelenjar limfa pesakit. Penyakit ini disebabkankan oleh sejenis virus yang bernama rubella virus yang biasanya ditemui pada tekak, darah dan najis individu yang dijangkiti. Rubela dicirikan dengan bintik-bintik ruam merah. Rubela pada remaja dan orang dewasa dicirikan dengan pening kepala, sakit tekak, demam dan ruam kecil berwarna merah.  5)
Rubella yang sering disebut orang dengan Campak Jerman merupakan jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Rubella dapat menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Bisa menyerang orang tua, remaja, anak - anak, bahkan bayi sekalipun. Sebenarnya Rubella ditemukan oleh Sir Norman Greg dari Eropa sejak tahun 1941, namun baru dapat disosialisasikan pada tahun 1962. Walaupun penderita Rubella tidak menampakkan gejala klinis 14-21 hari, namun virus ini sebetulnya telah berada di beberapa tempat misalnya tenggorokan, bulu hidung, air seni, dan kotoran manusia.6)
Rubella Kongenitalis adalah suatu infeksi oleh virus penyebab rubella (campak Jerman) yang terjadi ketika bayi berada dalam kandungan dan bisa menyebabkan cacat bawaan. Istilah Jerman tidak ada hubungannya dengan negara Jerman, tetapi kemungkinan berasal dari bahasa Perancis kuno “germain” dan bahasa Latin “germanus”, yang artinya adalah mirip atau serupa. Sebelum ditemukan vaksin rubella pada tahun 1969, wabah rubella terjadi setiap 6-9 tahun. Wabah terutama menyerang anak-anak yang berusia 5-9 tahun dan dewasa, tetapi ada juga kasus yang menyebabkan rubella kongenitalis. Saat ini, setelah pemakaian vaksin rubella, kasus rubella kongenitalis telah menurun secara dramatis dan hampir jarang terjadi.

  1. Faktor Resiko
Penularan rubella dapat melalui hal-hal yang dianggap sepele oleh para wanita khususnya wanita hamil. Rubella kemungkinan besar akan diderita oleh wanita yang memilihara hewan seperti kucing, penularannya melalui makan yang tercemar kotoran kucing yang mengandung oosista. Para wanita yang kurang menjaga hygienitas juga dapat tertular seperti tidak mencuci tangan sebelum makan, mengkonsumsi sayuran mentah dan buah yang tidak dicuci bersih terlebih dahulu. Rubella juga dapat ditularkan melalui makanan daging setengah matang.2)
Wanita yang melakukan kontak langsung dengan penderita seperti, melakukan hubungan seksual. Bagi wanita hamil yang terinfeksi rubella dapat menularkan kepada bayi baik melalui transplasenta, atau ketika setelah proses persalinan melalui ASI.

  1. Etiologi
Virus rubela hidup yang dilemahkan telah ada sejak tahun 1969, yang asli (HPV77) diolah dalam sel embrio bebek; pada tahun 1979 vaksin ini diganti dengan vaksin kedua, RA27/3, yang ditumbuhkan kepada sel diploid manusia. Vaksin ini menghasilkan titer antibodi yang jauh lebih tinggi dan imunitas yang lebih bertahan dan lebih kuat daripada HPV77. vaksin ini dapat juga menghasilkan antibodi IgA dalam saluran pernapasan dan dengan demikian mengganggu infeksi oleh virus liar. Vaksin ini tersedia sebagai antigen tunggal atau kombinasi dengan vaksin campak dan gondongan. Vaksin ini aman dan menimbulkan sedikit efek samping pada anak-anak. Kemungkinan terdapat demam ringan, limfadenopati, dan ruam yang berlangsung singkat tetapi tidak terdapat efek residual yang menetap. Pada orang dewasa, efek samping yang satu-satunya bermakna adalah artralgia. Pada wanita setelah pubertas, vaksin ini menimbulkan artralgia dan artritis yang sembuh sendiri pada sekitar sepertiga penerima vaksin.
Virus Rubella yang termasuk famili Togaviridae dan genus Rubivirus sebagai penyebab rubella atau campak cerman ini bekerja dengan aktif khususnya selama masa hamil. Akibat yang paling penting diingat adalah keguguran, lahir mati, kelainan pada janin, dan aborsi terapeutik, yang terjadi jika infeksi rubella muncul pada awal trimester, khususnya pada trimester pertama. Apabila seorang wanita terinfeksi rubella selama trimester pertama, ia memiliki kemungkinan 52% melahirkan bayi dengan sindrom rubella congenital (  CRS, Congenital Rubella Syndrome). Angka tersebut akan meningkat menjadi 82%, jika itu terinfeksi rubella pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu.
Kelainan CRS yang paling sering muncul adalah katarak, kelainan jantung dan tuli. Kemungkinana lainnya adalah glaucoma, mikrosefalus dan kelainan lainnya termasuk kelainan pada mata, telinga, jantung, otak, dan system saraf pusat. Janin dengan CRS sering kali mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri dan pasca natal. Infeksi rubella yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 12 minggu jarang menyebabkan kelainan.                                                                                                                 
Lebih dari 50% kasus infeksi Rubella pada Ibu hamil bersifat subklinis atau tanpa gejala sehingga sering tidak disadari. Karena dapat berdampak negatif bagi janin yang dikandungnya maka deteksi infeksi Rubella pada ibu hamil yang belum memiliki kekebalan terhadap infeksi Rubella sangat penting. Ada beberapa pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi infeksi Rubella, yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan anti Rubella IgM dan anti Rubella IgG pada contoh darah dari ibu hamil.  
Risiko tertularnya janin yang dikandung oleh ibu terinfeksi Rubella bervariasi, tergantung kapan ibu terinfeksi. Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka risiko janin tertular 80-90%. Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan 15-30 minggu, maka risiko janin terinfeksi turun yaitu 10-20%. Namun, risiko janin tertular meningkat hingga 100% jika ibu terinfeksi saat usia kehamilan > 36 minggu. Janin yang tertular berisiko mengalami Sindrom Rubella Kongenital, terutama bila infeksi terjadi pada usia janin < 4 bulan. Meskipun infeksi dapat terjadi sepanjang kehamilan, namun jarang terjadi kelainan bila infeksi terjadi setelah usia kehamilan > 20 minggu.                                                                                        
Untuk memastikan apakah janin terinfeksi atau tidak maka dilakukan pendeteksian virus Rubella dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Bahan pemeriksaan diambil dari air ketuban (cairan amnion) atau darah janin. Pengambilan sampel air ketuban atau pun darah janin harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan & kebidanan, dan hanya dapat dilakukan setelah usia kehamilan di atas 22 minggu.3)
  1.  Patofisiologis                                                                                                             
Virus rubella menginfeksi tubuh melalui mukosa saluran pencernaan bagian atas. Replikasi virus mula-mula mungkin terjadi dalam saluran pernapasan, diikuti dengan perkembangbiakan daalm kelenjar getah bening servikal. Viremia timbul setelah 5-7 hari dan berlangsung hingga timbul antibodi IgM dan IgG pada sekitar hari ke-13 hingga ke-15, timbulnya antibodi bersamaan dengan timbulnya ruam. Setelah timbul ruam, virus hanya dapat tetap dideteksi dalam nasofaring.3)                        
Gambaran klinik dari penyakit ini yaitu: demam 3-4 hari tidak turun-turun (99–100° Fahrenheit, or 37.2–37.8° Celsius), kelenjar nodul limfa pesakit akan membengkak dan sakit apabila ditekan, biasanya berlaku pada belakang leher atau belakang telinga, flu-like syndrome, alias sindroma mirip sakit influenza, seperti keluar ingus, batuk, iritasi atau radang tenggorokan, mata merah, hilangnya selera makan, lalu keluar bintik-bintik merah yang disebabkan virus rubella.
Sementara rubella, bintik merahnya lebih seperti pulau-pulau kecil, dengan ukuran mencapai 1-2 milimeter besar bintiknya. Namun bentuknya tidak menyambung seperti bintik merah pada campak biasa. Virus rubella cenderung menyerang anak-anak yang masih mengalami tumbuh kembang, mulai bayi usia 1 hari, bahkan yang masih dalam dikandungan ibunya, sampai 15 tahun. Antibodi Rubela tampak dalam serum pesien ketika ruam menghilang, dan titer antibodi meningkat dengan cepat dalam 1-3 minggu berikutnya.
Sebagian besar antibodi permulaan terdiri dari antibodi IgM, yang umumnya tidak menetap di luar 6 minggu setelah sakit. Antibodi IgM rubela yang ditemukan dalam contoh serum tunggal yang diperoleh 2 minggu setelah ruam memberikan bukti adanya infeksi rubela yang baru. Antibodi IgM rubela biasanya menetap seumur hidup. Satu serangan penyakit ini memberikan imunitas seumur hidup, karena hanya terdapat satu tipe antigenik dari virus ini. Adanya riwayat rubela bukan merupakan petunjuk yang meyakinkan untuk imunitas, Ibu yang imun memindahkan antibodi kepada keturunannya, yang kemudian terlindung selam 4-6 bulan.
Untuk menentukan diagnosa dilakukan :                                                                           
1.Uji darah
  • Uji ini dapat mengesan sama ada terdapat atau tidak antibodi terhadap virus rubela dalam sample darah.
  • Selain itu, ujian ini juga dapat mengenal pasti sama ada seseorang itu pernah divaksinasikan (ujian imuniti) ataupun sama ada immune kepada virus tersebut.

2.viral culture
  • Ujian ini dapat memastikan sama ada seseorang itu menjangkiti virus rubela.
  • Akan tetapi, keputusan ujian ini hanya akan diketahui selepas beberapa minggu

  1.  Komplikasi                                                                                                    
Sebagaimana “anggota” TORCH lainnya (TORCH : Toksoplasma, Rubella, Cytomegalo virus, Herpes), infeksi Rubella pada kehamilan dapat menyebabkan keguguran, bayi lahir mati dan kelainan kongenital atau kelainan bawaan yang dalam istilah medisnya disebut Sindrom Rubella Kongenital atau Congenital Rubella Syndrome disingkat CRS.
Susahnya, sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari. Dokter tentunya juga tidak curiga bila tidak mendapat laporan dari ibu. Walaupun ibu tidak merasa apa-apa, tetapi akibatnya dapat fatal bagi janin.
Berdasarkan data dari WHO, paling tidak 236.000 kasus Sindrom Rubella Kongenital terjadi setiap tahun di negara-negara berkembang dan dapat meningkat 10 kali lipat pada saat terjadi epidemi. CRS merupakan gabungan dari beberapa abnormalitas fisik yang berkembang pada bayi sebagai akibat dari infeksi Rubella pada ibu hamil yang ditularkan pada janin melalui plasenta. CRS pertama kali dilaporkan tahun 1941 oleh Norman Greg, seorang dokter ahli mata dari Australia.
Apabila virus ini menyerang ibu hamil karena bisa mengakibatkan:                      
a.       Keguguran
b.       Anak yang dilahirkan bisa terkena penyakit katarak
c.       Tuli
d.       Hidrosephalus
e.       Mikrosepalus
f.        Hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan limpa).
g.       Berat bayi tidak normal
h.       Keterbelakangan mental
i.         Hepatitis
j.         Radang selaput otak
k.       Radang iris mata dan beberapa jenis penyakit lainnya.
Tidak semua janin akan tertular. Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka risiko janin tertular 80-90 persen. Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan 15-30 minggu, maka risiko janin terinfeksi turun yaitu 10-20 persen. Namun, risiko janin tertular meningkat hingga 100 persen jika ibu terinfeksi saat usia kehamilan > 36 minggu. Untungnya, Sindrom Rubella Kongenital biasanya terjadi hanya bila ibu terinfeksi pada saat umur kehamilan masih kurang dari 4 bulan. Bila sudah lewat 5 bulan, jarang sekali terjadi infeksi. Tetapi, sekali terjadi Sindrom Rubella Kongenital akibatnya mengerikan.
Bayi mengalami katarak pada lensa mata, gangguan pendengaran atau tuli, gangguan jantung, dan kerusakan otak. Di samping itu, bayi juga berisiko lebih besar untuk terkena diabetes melitus, gangguan tiroid, gangguan pencernaan dan gangguan syaraf (pan-encephalitis). Kondisi ini disebabkan oleh infeksi virus yang menetap atau karena respon autoimun.3)


6.       Peran Bidan
Pada kasus rubella dalam kehamilan  anamnesa yang ditanyakan adalah :
1. Identitas klien : meliputi nama istri-suami, usia istri-suami, pekerjaan, pendidikan.
2. Keluhan :
a.       Demam merupakan, manifestasi pertama saat ibu terkena virus dan berlansung sekitar 3-4 hari dan demam tidak bersifat fluktuasi.
b.       Ibu merasa seperti sedang flu tetapi tenggorokan sangat gatal dan terkadang gatal menjadi tak tertahankan. karena organ yang pertama kali diserang oleh virus ini adalah tenggorokan sehingga ibu akan merasa seperti sakit flu dan tenggorakan dirasa sangat kering dan gatal.
c.       Timbul bintik-bintik merah seperti campak pada kulit ibu, disertai gatal pada bintik-bintik tersebut. Manifestasi selanjutnya saat virus menyerang adalah timbul bintik-bintik merak kecil pada beberapa bagian tubuh dan terasa gatal pada binitk-bintik tersebut. Bintik-bintik ini biasanya akan menghilang pada hari ke-3.
d.       Ibu merasakan sakit atau ngilu-ngilu pada persendiaan.
e.       Ibu pernah kontak langsung dengan penderita campak sebelumnya. Penularan yang paling mungkin dan sangat cepat adalah melalui kontak langsung dengan penderita itu sendiri.
1.       Kebiasaan dan riwayat yang berhubungan
a.       Apakah ibu memiliki binatang peliharaan di rumah seperti kucing, anjing, atau monyet dan sangat dekat dengan binatang tersebut, kotoran yang dikeluarkan oleh binatang peliharaan mengandung  oosista, oosista inilah yang menjadi sebab virus rubella dapat bersarang pada tubuh manusia.
b.       Riwayat kehamilan sebelumnya, apakah ibu pernah menderita rubella pada kehamilan sebelumnya atau tidak, karena rubella dapat berulang bila pengobatan tidak dilakukan dengan baik.
c.       Riwayat penyakit sebelumnya, karena jika sebelumnya ibu pernah menderita rubella maka perlu ditanyakan juga kapan ibu mengalaminya dihubumgkan dengan jarak kehamilan.                     
Dengan anamnesa kita dapat memprediksikan bahwa kemungkinan ibu menderita Rubella dalam kehamilan. Tentu saja diagnosa yang ditegakkan belum dapat dikatakan sebagai diagnosa pasti karena perlu uji laboratorium untuk memastikan. Dengan diagnosa yang terarah maka tindakan yang kita berikan pun diharapkan dapat meringankan kejadian yang lebih parah lagi.
Asuhan yang dilakukan oleh bidan di BPS, meliputi:
1.         Melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
2.         Menegakkan kemungkinan diagnosa
3.         Melakukan pemeriksaan fisik terfokus, ciri khas dari dari rubella adalah konjungtiva membengkak diikuti dengan adanya pembengkakakan pada kelenjar limfe pada belakang telinga.
4.         Pemberian anti inflamasi seperti parasetamol utnuk menurunkan demam ibu.
5.         Memberikan asam folat dan multivitamin, bila kehamilan masih dalam trimester pertama untuk meningkatkan ketahanan ibu dan janin.
6.         Memberikan konseling, mengenai proses perjalan penyakit rubella, dan memberi penjelasan mengenai tindakan yang akan diterima ibu dirumah sakit serta komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan terutama pada janin.
7.         Merujuk dengan menyertakan kelangkapan surat-surat yang dibutuhkan.


B. HEPATITIS
  1. Definisi
Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut", hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis kronis". Hepatitis adalah penyakit hati serius yang paling sering dijumpai pada wanita hamil.

  1. Klasifikasi
Paling tidak terdapat lima jenis hepatitis virus yang berlainan: hepatitis A; hepatitis B; hepatitis D yang disebabkan oleh agen delta terkait-hepatitis B; hepatitis C; dan hepatitis E. Hepatitis C ditularkan melalui serum dan hepatitis E melalui hubungan kelamin. Penyebab keenam, virus hepatitis G, juga terdeteksi secara serologis, tetapi mungkin tidak menyebabkan penyakit hati. Semua virus hepatitis, kecuali hepatitis B, adalah virus RNA.
            Virus hepatitis sebenarnya tidak hepatotoksik; respons imunlah yang menyebabkan neksrosis hepatoselular. Pada banyak kasus, infeksi bersifat subklinis, tetapi apabila muncul maka ikterus didahului oleh gejala-gejala awal selama 1 sampai 2 minggu. Gejala-gejala mencakup mual dan munta, nyeri kepala, dan malaise. Demam ringan lebih sering terjadi pada hepatitis A. Saat ikterus muncul, biasanya gejala mereda, tetapi mungkin timbul nyeri tekan atau nyeri spontan di atas hati. Untuk kasus hepatitis B dan C dianjurkan kewaspadaan tambahan, misalnya menggunakan sarung tangan rangkap selama prosedur pelahiran dan bedah.
            Sebagian besar kematian disebabkan oleh nekrosis hati fulminan, yang pada kehamilan tahap lanjut perlu dibedakan dari perlemakan hati akut. Sekitar separuh pasien dengan hepatitis fulminan adalah mereka yang terinfeksi virus hepatitis B, dan banyak dari mereka yang juga terinfeksi oleh agen delta.

a.       Hepatitis A dan Kehamilan
            Infeksi ini, yang dahulu disebut hepatitis infeksiosa, disebabkan oleh suatu pikornavirus RNA 27 nm. Virus ini ditularkan melalui rute fekal-oral. Orang yang terjangkit penyakit ini akan mengeluarkan virus melalui tinja mereka, dan dalam suatu periode waktu yang singkat terjadi viremia sehingga darah mereka saat itu juga bersifat infeksius. Infeksi ini biasanya menyebar melalui ingesti makanan atau air yang tercemar, dan masa tunasnya sekitar 2 sampai 7 minggu. Sebagian besar kasus bersifat anikterik.
Di negara-negara maju, efek hepatitis A pada kehamilan tidak dramatik. Terapi terdiri dari diet berimbang dan pengurangan aktivitas.
Tidak terbukti bahwa virus hepatitis A bersifat teratogenik. Risiko penularan ke janin hampir tidak ada, tetapi penularan vertical saat pelahiran perah dilaporkan menimbulkan ledakan kasus hepatitis A di sebuah unit perawatan intensif neonates. Risiko kelahiran preterm tampaknya meningkat pada kehamilan dengan penyulit hepatitis A.
Wanita hamil yang baru terpajan melalui kontak pribadi yang erat atau kontak seksual dengan orang yang mengidap hepatitis A harus diberi profilaksis dengan 1 ml immunoglobulin.

b.      Hepatitis B dan Kehamilan
Infeksi ini, yang dahulu disebut sebagai hepatitis serum, ditemukan di seluruh dunia tetapi endemic di beberapa daerah, terutama Asia dan Afrika. Hepatitis B adalah suatu hepadnavirus DNA yang merupakan kausa utama hepatitis akut dan sekuele seriusnya, yaitu hepatitis kronik, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler.
Infeksi hepatitis B terutama terjadi pada pemakai obat terlarang intravena, homoseks, petugas kesehatan, dan pasien yang sering mendapat produk darah, misalnya pengidap hemophilia. Virus ditularkan melalui darah yang terinfeksi, serta air liur, sekresi vagina, dan semen; karena itu, penyakit ini adalah penyakit menular seksual (PMS). Antigen e berkorelasi dengan daya tular dan adanya partikel virus yang utuh.
Baik prevalensi maupun perjalanan penyakit infeksi hepatitis B pada ibu, termasuk hepatitis fulminan, tidak berubah oleh kehamilan, paling tidak di negara-negara maju. Terapi bersifat suportif, dan seperti pada hepatitis A, kemungkinan pelahiran preterm meningkat.
Penularan transplasental dari ibu kepada janin menyebabkan hepatitis akut tetapi bukan seropositivitas kronik. Pada infeksi akut di trimester pertama, 10 persen janin terinfeksi, dan di trimester ketiga angka ini menjadi 80 sampai 90 persen. Pada infeksi yang kronik, penularan perinatal adalah melalui ingesti bahan terinfeksi saat pelahiran atau pemajanan setelah lahir, sebagai contoh, melalui ASI. Sebagian bayi yang terinfeksi tidak memperlihatkan gejala, yang lain mengalami penyakit fulminan, dan hamper 85 persen menjadi pembawa kronik. Penularan vertical berkaitan erat dengan status HBsAg ibu. Ibu dengan antigen permukaan dan antigen e hepatitis B kemungkinan besar menularkan penyakit kepada janinnya, sedangkan mereka yang negative untuk antigen e tetapi positif untuk antibody anti-HBe tampaknya tidak menularkan infeksi.
Ibu yang berisiko tinggi yang pemeriksaan antigennya negative dapat diberi vaksin selama kehamilan. Bagi wanita yang hasil ujinya positif, anak harus diberi immunoglobulin hepatitis B dan vaksin rekombinan. Dosis vaksin kedua dan ketiga diberikan pada usia 1 dan 6 bulan.

c.       Hepatitis D
Virus ini, yang disebut juga hepatitis delta, adalah suatu virus RNA cacat yang merupakan partikel hybrid (gabungan) dengan lapisan antigen permukaan hepatitis B dan inti delta. Virus harus melakukan infeksi bersama (ko-infeksi) dengan virus hepatitis B dan tidak dapat menetap di serum lebih lama daripada virus hepatitis B. Penularan serupa dengan infeksi virus hepatitis B. Infeksi kronik oleh hepatitis B dan D menimbulkan penyakit yang lebih parah dan sampai 75 persen dari mereka yang terjangkit akan mengalami sirosis. Penularan neonates pernah dilaporkan, tetapi vaksinasi hepatitis B biasanya mencegah hepatitis delta.

d.      Hepatitis C
Ini adalah suatu virus RNA untai tunggal dari family Flaviviridae. Penularan infeksi hepatitis C tampaknya identik dengan hepatitis B. walaupun lebih prevalen pada para pemakai obat terlarang intravena, pengidap hemophilia, dan mereka yang berperilaku seksual risiko tinggi, namun hanya separuh dari orang dengan anti-HVC positif memperlihatkan factor risiko.
Penyakit yang persisten sering terjadi setelah infeksi hepatitis C. sekitar separuh pasien memperlihatkan kelainan uji fungsi hati selama lebih dari setahun. Pada dua pertiga dari mereka, biopsi memperlihatkan hepatitis aktif kronik, yang pada 20 sampai 30 persen akan berkembang menjadi sirosis dalam 20 sampai 30 tahun.
            Infeksi hepatitis C ditularkan secara vertical ke janin bayi. Saat ini belum ada metode untuk mencegah penularan saat lahir (American College of Obstetricians and Gynecologists, 1998).

e.       Hepatitis E
Ini adalah suatu virus RNA yang disebarkan melalui air dan ditularkan secara enteric. Secara epidemiologis, infeksi virus ini mirip dengan hepatitis A; sebagai contoh, virus ini menyebabkan ledakan-ledakan kasus di Negara berkembang. Saat ini pembuktian serologis belum tersedia secara luas. Sebagian besar kasus ditularkan melalui pasokan air yang tercemar, dan penyakit tidak mudah ditularkan melalui kontak orang ke orang. Bukti-bukti awal yang diperoleh dari wanita hamil terinfeksi mengisyaratkan bahwa insiden transmisi vertical tinggi, termasuk transplasenta. Terdapat bukti bahwa penyakit ini lebih parah pada kehamilan, terutama apabila timbul belakangan.

f.        Hepatitis G
Infeksi melalui darah oleh virus RNA mirip-flavivirus ini biasanya terjadi bersama dengan infeksi, dan walaupun dapat menyebabkan infeksi kronik, kontribusinya pada penyakit hati akut atau kronik masih perlu diperjelas.

Hepatitis Kronik
Ini adalah penyakit yang etiologinya bervariasi dan ditandai oleh nekrosis hati berkelanjutan, inflamasi aktif, dan fibrosis yang dapat menyebabkan sirosis dan akhirnya gagal hati.  Sejauh ini, sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi kronik virus hepatitis B atau C. Kausa lain adalah hepatitis kronik autoimun yang ditandai oleh tingginya titer antibody antinukleus homogeny di dalam serum. Pada kedua bentuk, terdapat bukti bahwa reaksi imun selular berinteraksi dengan suatu predisposisi genetik.
Sebagian besar kasus hepatitis kronik tidak memperlihatkan gejala dan sering dicurigai dari meningkatnya kadar transaminase serum yang dilakukan untuk penapisan, misalnya, sewaktu donor darah atau aplikasi asuransi jiwa. Apabila ada, gejala bersifat nonspesifik dan biasanya mencakup rasa lelah. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi hati. Pada sebagian pasien, sirosis dengan gagal hati atau peredaran varises menjadi gejala yang menyebabkan mereka berobat.
Kehamilan jarang terjadi apabila penyakitnya parah karena sering terjadi anovulasi. Namun, sebagian besar wanita muda tidak memperlihatkan gejala atau hanya mengalami penyakit hati ringan. Bagi wanita seropositif asimtomatik, biasanya tidak ada masalah dengan kehamilan. Pada hepatitis aktif kronik yang nyata (simtomatik), interaksi dengan kehamilan akan bergantung terutama pada intensitas penyakit dan apakah terdapat hipertensi portal.
Pada wanita dengan hepatitis kronik autoimun, kortikosteroid diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan azatioprin, akan meningkatkan fertilitas dan angka harapan hidup. Hasil akhir kehamilan juga bergantung pada keparahan penyakit.(2)

  1. Etiologi
a.       Etiologi hepatitis virus kronis:
Dikenal 4 kelompok etiologi hepatitis kronis:
1.       Infeksi virus: virus hepatitis b,c dan d, virus lain sitomegalo dan rubella.
2.       Penyakit hati autoimun.
3.       Obat : metildopa, isoniazid, aspirin, nitrofurantoin, oksifenisatin.
4.       Kelainan genetik : penyakit wilson, defisiensi l1, antitripsin.
b.      Etiologi Hepatitis Virus B Kronik
1.       Hepatitis B kronik tidak selamanya harus didahului oleh serangan hepatitis B akut.
2.       Lebih sering terjadi pada pria.
3.       Perkiraan adanya hubungan penyakit dengan kemungkinan hepatitis B ialah sebagai berikut :
a.       Pasien berasal dari daerah endemik virus hepatitis B dengan carier yang tinggi.
b.       Pasangan pengidap/pasien hepatitis B.
c.       Pekerja kontak dengan darah manusia.
d.       Menerima obat imunosupresif/cangkok organ.
e.       Penyalahgunaan obat dan homoseksual.
f.        Kadar transaminase berfluktuasi, ikterus hilang timbul.
g.       Kadang tanpa gejala hanya ditemukan kelainan pemeriksaan medis atau saat donor darah dengan HbsAg positif dan transaminase meningkat.
h.       Dapat juga datang dengan gejala yang jelas seperti ikterus, asites atau gejala hipertensi portal.
i.         Pada perjalanan penyakitnya bisa terjadi relaps yg ditandai perasaan tambah lelah dan kadar transaminase serum meningkat.

  1. Etiologi Hepatitis Virus C Kronik
·         Hepatitis akut secara transfusi oleh virus hepatitis C sering diikuti hepatitis kronis.
·         Lebih sering terjadi pada wanita.
·         Penyakit seringkali asimptomatik atau dengan keluhan utama perasaan lelah.
·         Mungkin ada riwayat pernah transfusi atau penyalahgunaan obat suntik.
·         Penyakit berlangsung perlahan ditandai dengan fluktuasi transaminase yang terjadi dalam beberapa tahun.
·         Rata-rata kadar transaminase biasanya 3 kali nilai normal.
·         Kadar albumin dan bilirubin mula-mula normal secara  perlahan abnormal.
·         Tanda hipertensi portal jarang ditemukan pada pengobatan awal, splenomegali juga dapat ditemukan.
·         Perdarahan varises esofagus merupakan gejala pada stadium lanjut.
·         Terjadi trombositopenia sejalan dengan pembesaran limpa.

  1. Patofisiologi
Perjalanan penyakit hepatitis virus pada kehamilan, tidak berbeda banyak dengan perjalanan penyakit hepatitis virus pada wanita tidak hamil. Hepatitis virus merupakan penyebab utama penyakit-penyakit hepar pada kehamilan. Telah dilaporkan bahwa 41,5 % dari icterus dalam kehamilan disebabkan oleh hepatitis virus. Sama halnya dengan wanita tidak hamil, maka wanita hamil dapat pula terkena oleh virus A maupun virus B. Kedua virus ini memberi gejala-gcjala yang berbeda.
Pada wanita hamil, hepatitis virus lebih sering disebabkan oleh virus B. Pada tahun 1965, pada penderita hepatitis virus, ditemukan suatu antigen serum yang disebut Australia antigen (Hepatitis associated antigen). Australia antigen ini sekarang disebut : Hepatitis B surface antigen (HBsAg). Pada tahun 1972 ditemukan precipitable Ag disebut the e Ag. Kemudian ternyata adanya e Ag dan anti e dapat dipakai sebagai indikator ada tidaknya transmisi virus type B pada janin.Tiga tahun setelah ditemukannya Australia Antigen,FRINGS dapat menunjukkan bahwa Australia antigen ini mempunyai hubungan dengan infeksi hepatitis virus B. Dengan ditemukannya Australia antigen ini, maka hepatitis virus B dapat dengan mudah didiagnose dengan pemeriksaan serologik atau electron mikroskop. Penentuan Australia antigen dapat pula dipakai untuk mengetahui adanya carrier asymptomatik.
Gejala permulaan hepatitis virus hanya ditandai dengan panas badan ringan disertai dengan rasa lemah badan dan tidak ada nafsu makan. Kadangkala disertai dengan rasa nyeri epigastrium atau muntah-muntah yang sering diartikan sebagai gejala hyperemesis gravidarum.
Tinja berwarna pucat, tetapi warna urine berubah menjadi sangat coklat.Icterus timbul sebelum bilirubinuria terjadi. Pemeriksaan laboratorik akan memberi hasil yang sama seperti halnya wanita tidak hamil. Hanya perlu diingat bahwa pemeriksaan laju endap darah akan sangat meningkat, yang sebenarnya wajar pada kehamilan, akibat kenaikan fibrinogen plasma.
5.       Faktor Risiko
Kelompok tertentu dan orang yang memiliki cara hidup tertentu berisiko tinggi, kelompok ini mencakup:
1.       Imigran dari daerah endemis hepatitis
2.       Pengguna obat IV yang sering bertukar jarum dan alat suntik
3.       Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang yang terinfeksi
4.       Pria homoseksual yang secara seksual aktif
5.       Pasien hemodialisis dan penderita hemophilia yang menerima produk tertentu dari plasma
6.       Kontak serumah dengan karier hepatitis
7.       Pekerja sosial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak dengan darah
8.       BBL dari ibu terinfeksi, dapat terinfeksi pada saat atau segera setelah lahir

6.       Tanda dan Gejala
  1. Hepatitis A
Setelah 2-6 minggu terpapar, timbul flu-like syndrome, yaitu cepat lelah, demam, anoreksia (tidak nafsu makan), artralgia (nyeri pada sendi) dan sakit kepala. Saat ini merupakan saat yang paling menular. Kemudian diikuti ikterus (kuning) yang terlihat paling mudah pada sklera (bagian putih mata) dan kulit, air seni berwarna gelap, BAB (buang air besar) cair dan nyeri pada perut kanan atas. Pada penyakit yang berat, didapatkan mulut yang berbau khas. Penyakit ini bersifat self-limited (dapat sembuh sendiri).

  1. Hepatitis B
Gejala hepatitis B amat bervariasi, dari tanpa gejala sampai gejala yang berat, seperti muntah darah dan koma. Hepatitis B akut mempuyai gejala klinis yang hampir sama dengan hepatitis A akut. HBV ditemukan pada darah, cairan semen, air liur, air susu ibu, dan cairan ketuban.

  1. Hepatitis C
Penderita Hepatitis C kadang tidak menampakkan gejala yang jelas, akan tetapi pada penderita Hepatitis C kronik menyebabkan kerusakan/kematian sel-sel hati dan terdeteksi sebagai kanker (cancer) hati. Sejumlah 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun.

  1. Hepatitis D
Gejala biasanya timbul mendadak, dengan tanda dan gejala yang mirip dengan hepatitis B (gejalanya dapat parah dan selalu dikaitkan bersamaan dengan infeksi virus hepatitis B). Hepatitis D mungkin dapat sembuh dengan sendirinya atau dapat berkembang menjadi hepatitis kronis. Penderita anak-anak mungkin menunjukkan gejala klinis yang berat dan selalu berlanjut menjadi hepatitis kronis aktif. 

  1. Hepatitis E
Gejala klinis penyakit ini mirip dengan hepatitis A, tidak ditemukan bentuk kronis. Infeksi akut umumnya lebih ringan dari infeksi akut HBV dan ditandai dengan peningkatan kadar aminotransferase. Wanita hamil yang terinfeksi akut khususnya pada trimester ketiga mempunyai resiko 15% gagal hati fulminan dan angka kematian5 %. Terapi untuk pasien yang terinfeksi HEV hanya bersifat suportif.

7.       Diagnosis
  1. Hepatitis A
Tes serologi untuk mengetahui adanya immunoglobulin M (IgM) terhadap vius hepatitis A digunakan untuk mendiagnosa hepatitis A akut. IgM antivirus hepatitis A bernilai positif pada awal gejala. Keadaan ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum alanin amintransferase (ALT/SGPT). Jika telah pasien telah sembuh, antibodi IgM akan menghilang dan sebaliknya antibodi IgG akan muncul. Adanya antibodi IgG menunjukan bahwa penderita pernah terkena hepatitis A. Secara garis besar, jika seseorang terkena hepatitis A maka hasil pemeriksaan laboratorium akan seperti berikut:
  • Serum IgM anti-VHA positif
  • Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT dan AST meningkat.
  • Kadar alkalin fosfate, gamma glutamil transferase dan total bilirubin meningkat

  1. Hepatitis B
Diagnosis pasti hepatatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan:
·         HBsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B) merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier VHB.
·         Anti-HBsAg (antibodi terhadap HBsAg) merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi VHB.
·         HBeAg (antigen VHB), yaitu antigen e VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya.
·         Anti-Hbe (antibodi HbeAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.
·         HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB.
·         Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang tersebut pernah terinfeksi VHB.

  1. Hepatitis C
Diagnosis hepatitis C ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai kadar antibodi. Selain itu pemeriksaan molekuler juga dilakukan untuk melihat partikel virus. Sekitar 80%  kasus infeksi hepatitis C berubah menjadi kronis. Pada kasus ini hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya enzim alanine aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST).
Pemeriksaan molekuler dilakukan untuk mendeteksi RNA VHC. Tes ini terdiri dari tes kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Tes yang dapat mendeteksi RNA VHC ini dilakukan untuk mengkonfirmasi viremia (adanya VHC dalam darah) dan juga menilai respon terapi. Tes ini juga berguna bagi pasien yang anti-HCV-nya negatif tetapi memiliki gejala klinis hepatitis C. Selain itu tes ini juga dilakukan pada pasien hepatitis yang belum teridentifikasi jenis virus penyebabnya.
Tes kuantitatif sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu metode dengan teknik branched-chain DNA dan teknik reverse-transcription PCR. Tes kuantitatif ini berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes kuantitatif ini pula dapat diketahui derajat viremia. Sedangkan biopsi hati (pengambilan sampel jaringan organ hati) dilakukan untuk mengetahui derajat dan tipe kerusakan sel-sel hati (liver).

  1. Hepatitis E
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran epidemiologis, dan menyingkirkan faktor penyebab yang lain dari hepatitis. Pemeriksaan serologis sedang dikembangkan saat ini untuk mendeteksi antibodi HEV, tetapi belum tersedia secara komersial. Meskipun demikian, beberapa jenis tes diagnostik tersedia di berbagai laboratorium riset antara lain : enzyme immunoassay dan Western blot assay, tes PCR, dan immunofluorescent antibody blocking assay.

8. Penatalaksanaan
a. Pada Ibu Hamil
Dengan perawatan supportive kehamilan hendaknya diusahakan berlangsung terus sampai aterm. Hepatitis virus pada kehamilan bukan merupakan indikasi untuk melakukan abortus.
Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus pada janin. Kem icterus terjadi akibat adanya unconjugated bilirubin yang melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami hemolitik jaundice.Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktu persalinan maka gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian.Sampai sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa hepatitis virus pada Ibu hamil dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janinnya.
Pada pemeriksaan placenta, dari kehamilan yang disertai hepatitis virus, tidak dijumpai perubahan-perubahan yang menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin.Bila terjadi penularan virus B in utero, maka keadaan ini tidak memberikan kekebalan pada janin dengan kehamilan berikutnya.

  1. Pada Ibu Bersalin
Pada kala II persalinan, janin hendaknya dilahirkan dengan partus buatan, dengan mengusahakan trauma yang seminimal mungkin pada jalan lahir. Bila harus dilakukan Sectio Caesarea, harus benar-benar dipertimbangkan atas indikasi Ibu dan janin, dan bukan karena infeksi hepatitis virusnya. Pemberian narcose, hendaknya memakai obat-obat yang tidak terlalu hepatotoxic. Bila ditemukan hepatitis virus B antigen (HBAg) dalam tali pusat, hendaknya dipastikan dengan pemeriksaan serum bayi baru lahir,agar bayi baru lahir dapat dirawat sebagaimana mestinya.
Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukan pemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan dan enam bulan kemudian.
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi tinggi protein dan karbohydrat.
Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari. Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingat pada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurunnya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaan transaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigen secara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatan khusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin baru lahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitis virus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatu bentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada hepar ini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim .
Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat terjadi secara hematogen. Angka kejadian penularan virus hepatitis dari Ibu ke janin atau bayinya, tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggi didapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilan trimester III .

9.       Komplikasi
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala-gejalanya akan sama dengan gejala hepatitis virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatip lebih ringan dibanding dengan gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit. Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat dan penderita umumnya menunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitas Ibu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidak hamil.
Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropik disertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosis Tampaknya keadaan gizi ibu hamil sangat menentukan prognosis.
Komplikasi hepatitis diantaranya :
•   Hepatitis Foliminan.
•   Hepatitis kronik persisten.
•   Hepatitis Agresif
•   Karsinoma Hepatoseluler.
•   Sirosis Hepatitis.
•   Gangguan fungsi hati
•   Cirrhosis
•   Kematian karena gagal fungsi hati

10.   Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan penderita hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulin sejumlah 0,1 cc/kg. berat badan. Gamma globulin ternyata tidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan se-optimal mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus.
Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan laboratorium telah kembali normal.

  1. Asuhan Kebidanan pada Hepatitis
-          Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu.
-          Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa ibu harus dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan yang lebih lengkap supaya diagnosa yang didapatkan lebih akurat.
-          Melakukan pencegahan infeksi dengan baik dan benar.
-          Menjelaskan kepada ibu mengenai kemungkinan penularan kepada janin dan upaya untuk mencegahnya.

Kesimpulan
 

Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang termasuk dalam kategori berikut: virus, bakteri, jamur, protozoa dan hewan parasit.  Mikroorganisme ini akan lebih berbahaya apabila menyerang ibu hamil.
Infeksi yang terjadi pada ibu hamil dan ibu bersalin diantaranya rubella dan hepatitis. Infeksi tersebut memerlukan penanganan dan tindakan segera. Oleh karena itu, sebagai seorang bidan kita harus melakukan deteksi dini pada ibu hamil pada saat antenatal care dan melakukan kolaborasi dengan dokter yang lebih ahli sesuai dengan kompetensi masing-masing serta dapat memberikan asuhan sesuai dengan keluhan dari penyakit infeksi yang menyertai kehamilan.
Evaluasi

Ny .M 20 tahun,datang ke Bidan Sri, ibu mengatakan sedang hamil 6 bulan. Ibu merasa kuku pada jari tangan dan mata berwarna kekuningan. Ibu mengatakan khawatir dengan kehamilannya karena masih sering merasa mual dan pusing.
           Dari pemeriksaan, bidan mendapati bahwa Tinggi Fundus Uteri adalah 28 cm, auskultasi menggunakan Dopller didapatkan Bunyi jantung bayi (+) 142 x/menit.

  1. Sebutkan peran bidan ! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar